HERALD.ID, JAKARTA — Setiap bulan Ramadhan, umat Islam berlomba-lomba mencari malam Lailatul Qadar, yang diyakini lebih baik dari seribu bulan.
Banyak yang berusaha menandai tanggal tertentu, berharap mendapatkan kemuliaan malam tersebut. Namun, apakah benar Lailatul Qadar harus ditemukan dengan cara seperti itu?
KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, ulama ahli tafsir dan Pengasuh Pondok Pesantren di Rembang, memberikan pandangan berbeda.
Dalam sebuah ceramah yang diunggah di kanal YouTube @agusmujib_, ia menegaskan bahwa perdebatan tentang tanggal pasti Lailatul Qadar sebaiknya tidak menjadi fokus utama.
“Kita dengan percaya dirinya bilang Lailatul Qadar itu terjadi antara tanggal 21 sampai 29 Ramadhan. Lalu, kenapa malam ini begitu istimewa? Karena Nuzulul Qur’an. Tapi kalau Nuzulul Qur’an tanggal 17, Lailatul Qadar tanggal berapa?” ujar Gus Baha.
Menurutnya, daripada sibuk menentukan tanggal pastinya, lebih baik umat Islam memperbanyak ibadah dan amal saleh di sepanjang Ramadhan.
Ia menjelaskan bahwa siapa pun yang berbuat kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah, sejatinya sudah merasakan keberkahan Lailatul Qadar.
Dalam ceramahnya, Gus Baha mengingatkan bahwa pemahaman tentang Lailatul Qadar harus berlandaskan Al-Qur’an, bukan sekadar opini atau tradisi turun-temurun.
“Maka yang benar, Lailatul Qadar itu, kata ulama-ulama dulu, siapa pun yang beramal saleh, anggap saja sudah mendapat Lailatul Qadar,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa Allah tidak pernah mewajibkan umat Islam untuk mengetahui tanggal pasti Lailatul Qadar. Sebaliknya, Allah ingin hamba-Nya terus beribadah sepanjang Ramadhan, bukan hanya menargetkan satu malam tertentu.
“Orang yang sungguh-sungguh beribadah, meskipun tidak tahu kapan Lailatul Qadar, tetap mendapatkan pahalanya,” tambahnya.