HERALD.ID, JAKARTA – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar, mengungkapkan bahwa pihaknya akan memperkenalkan mekanisme baru untuk mencegah pemalsuan logo BPOM pada kemasan produk. Pernyataan ini disampaikan setelah terungkapnya penggunaan logo BPOM palsu pada produk minyak goreng yang terjadi di Banten.

Taruna menjelaskan bahwa BPOM telah menanggapi temuan polisi terkait pemalsuan logo BPOM pada minyak goreng merek Guldap yang kemasannya diubah menjadi MinyaKita. Dalam keterangan persnya, Taruna menekankan bahwa langkah mitigasi akan terus dilakukan, dengan fokus pada penguatan sistem di masa depan.

“Mitigasi akan kami lakukan, namun ini adalah langkah untuk ke depan. Misalnya, barcode saat ini masih bisa dipalsukan karena ketika diprint, tidak sesuai dengan peruntukannya,” ujar Taruna, yang dikutip Antara, pada Jumat, 21 Maret 2025.

Untuk menanggulangi hal ini, BPOM berencana melakukan modernisasi pada sistem pencetakan logo dan barcode produk. Salah satu solusi yang disarankan adalah dengan memanfaatkan teknologi yang dapat mendeteksi perbedaan kecil pada pencetakan. Teknologi ini akan membuat logo BPOM yang dipalsukan terlihat jelas sebagai ‘copy’ saat dipindai.

“Teknologi saat ini memungkinkan kami untuk mencetak logo yang akan mengidentifikasi setiap perbedaan sekecil apapun. Misalnya, jika dicetak dengan suhu yang tidak sesuai, logo tersebut akan langsung tertulis ‘copy’, dan ini akan membantu mendeteksi pemalsuan,” jelasnya.

Kasus pemalsuan logo BPOM ini terungkap melalui pengungkapan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya yang mengungkap adanya perubahan merek pada minyak goreng Guldap menjadi MinyaKita di kawasan Cipondoh, Kota Tangerang, Banten.

Menurut Kombes Polisi Ade Safri Simanjuntak, Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya, kasus ini bermula pada 2020 ketika CV Rabbani Bersaudara memproduksi minyak goreng premium Guldap. Namun, setelah dua tahun, produk Guldap kurang mendapat respons baik di pasar.

“Minyak goreng merek Guldap tidak laku di pasaran, sehingga pelaku memutuskan untuk mengganti merek menjadi MinyaKita. Mereka melakukan sejumlah modifikasi pada kemasan untuk menarik perhatian konsumen,” jelas Ade.

Pelaku usaha ini memanfaatkan ketidaktahuan konsumen dengan mengubah kemasan dan menggunakan logo SNI tanpa sertifikat yang sah. Bahkan, pada kemasan botol MinyaKita, tidak tercantum berat bersih atau netto produk, yang merupakan kewajiban dalam regulasi kemasan produk pangan.

Ade juga mengungkapkan bahwa pihaknya akan menyelidiki lebih dalam terkait penggunaan logo SNI yang tidak disertai sertifikat SPPT SNI (Sertifikat Penilaian Kesesuaian) yang sah, serta izin edar BPOM yang diragukan keabsahannya.

“Selain logo SNI yang bermasalah, kami juga akan menyelidiki apakah surat izin edar BPOM yang terpasang pada produk ini sah atau tidak,” tambah Ade.

Pihak BPOM dan Polda Metro Jaya berkomitmen untuk menindak tegas para pelaku pemalsuan produk pangan ini agar tidak merugikan konsumen dan menjaga kualitas serta keamanan produk yang beredar di pasar. (*)