HERALD.ID, JAKARTA–Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, membantah telah memerintahkan petugas keamanan PDIP, Nurhasan, untuk meminta buron Harun Masiku menenggelamkan ponselnya guna menghindari kejaran tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan (OTT) tahun 2020.

Hasto menyatakan itu dalam nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) KPK di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).

Menurut Hasto, keterangan Nurhasan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebelumnya berbeda dengan yang dikonfirmasi ulang oleh tim penyidik.

“Dakwaan ini bertentangan dengan putusan pengadilan sebelumnya dan berbeda dengan BAP Nurhasan pada tanggal 14 Januari 2025, yang merupakan BAP daur ulang atas BAP Nurhasan pada tahun 2020,” kata Hasto saat membacakan eksepsi dikutip Inilah.com.

Ia menegaskan, dalam keterangan BAP sebelumnya, Nurhasan menyebut perintah untuk menenggelamkan ponsel Harun Masiku seperti dari dua orang dengan ciri-ciri menyerupai aparat, bukan dirinya.

“Dalam BAP Nurhasan tersebut dinyatakan bahwa yang memerintah Nurhasan bukanlah saya atau terdakwa, melainkan dua orang yang berciri-ciri bertubuh besar dan berambut cepak, serta berperawakan mirip anggota aparat,” jelas Hasto.

JPU KPK mendakwa Hasto telah merintangi penyidikan terhadap mantan calon legislatif (Caleg) PDIP, Harun Masiku. Dakwaan ini disampaikan dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).

“Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/07/DIK.00/01/01/2020 tanggal 9 Januari 2020,” ujar salah satu jaksa KPK dalam persidangan.

Jaksa menjelaskan bahwa Hasto memerintahkan Harun Masiku, melalui petugas keamanan PDIP Nurhasan, untuk merendam ponselnya setelah OTT KPK terhadap eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, pada 8 Januari 2020. Hasto juga disebut meminta Harun bersembunyi sementara di Kantor DPP PDIP.

“Pada sekitar pukul 18:19 WIB, terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh petugas KPK. Kemudian, terdakwa (Hasto) melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggamnya ke dalam air dan menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan, dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ungkap jaksa.

Jaksa menyebut bahwa Nurhasan dan Harun bertemu di sekitar Hotel Sofyan Cut Mutia, Jakarta, atas perintah Hasto. Mereka kemudian menuju Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), tetapi pergerakan mereka terlacak oleh KPK melalui ponsel Nurhasan.

“Pada sekitar pukul 18.35 WIB, bertempat di sekitar Hotel Sofyan Cut Mutia, Jakarta, Harun Masiku bertemu dengan Nurhasan. Menindaklanjuti perintah terdakwa (Hasto) dan atas bantuan Nurhasan, pada pukul 18.52 WIB, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak. Selanjutnya, petugas KPK memantau keberadaan Harun Masiku melalui update posisi telepon genggam milik Nurhasan, yang terpantau pada pukul 20.00 WIB bersama dengan Harun Masiku di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK),” papar jaksa.

Pada saat yang sama, jaksa juga mengungkap bahwa staf Hasto bernama Kusnadi terlihat berada di PTIK. Namun, KPK tidak berhasil menangkap Harun Masiku, yang hingga kini masih buron.

“Pada saat bersamaan, Kusnadi selaku orang kepercayaan terdakwa (Hasto) juga terpantau berada di PTIK. Kemudian, petugas KPK mendatangi PTIK namun tidak berhasil menemukan Harun Masiku,” ucap jaksa. (ilo)