Oleh: Jumansi, M.Pd (Pemerhati Pendidikan)
HERALD.ID –Harapan akan lahirnya Generasi Emas sering kali dikaitkan dengan kemajuan, kesejahteraan, dan tata kelola pemerintahan yang baik. Namun, di tengah visi tersebut, muncul berbagai kecemasan di masyarakat yang berakar pada peristiwa-peristiwa aktual.
Kasus korupsi berskala besar, proses legislasi yang dinilai kurang transparan, serta terbatasnya ruang partisipasi publik menjadi beberapa isu yang menimbulkan kekhawatiran mengenai arah perjalanan menuju masa depan yang lebih baik.
Salah satu faktor utama yang menimbulkan keresahan adalah kasus-kasus korupsi dengan nilai kerugian negara yang sangat besar. Skandal di sektor energi, pertambangan, hingga keuangan menunjukkan bahwa tata kelola pemerintahan masih menghadapi tantangan dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas. Sementara itu, kebijakan yang berpotensi memperkuat pemberantasan korupsi, seperti RUU Perampasan Aset, belum menjadi prioritas, sehingga memunculkan pertanyaan mengenai keseriusan dalam menangani persoalan ini.
Selain itu, pengesahan UU TNI yang meningkatkan keresahan publik menjadi sorotan. Tidak mungkin sebuah kebijakan mendapat gelombang penolakan jika tidak ada aspek yang dianggap janggal. Revisi tersebut dinilai dapat membuka ruang bagi dominasi militer dalam jabatan sipil, yang bertentangan dengan prinsip supremasi sipil dalam demokrasi. Ketika masyarakat menyampaikan aspirasi melalui aksi protes, muncul laporan mengenai tindakan represif yang menambah kekhawatiran akan terbatasnya ruang demokrasi.
Amnesty International mencatat adanya penggunaan kekuatan berlebihan terhadap demonstran di beberapa kota, serta tindakan intimidasi terhadap jurnalis yang meliput isu-isu strategis.
Namun, di balik keresahan yang muncul, ada satu hal yang tidak dapat diabaikan: kecemasan publik menandakan kepedulian terhadap masa depan. Ketika masyarakat bersuara, menyampaikan aspirasi, dan mengkritisi kebijakan, itu bukan bentuk penolakan terhadap kemajuan, melainkan dorongan agar perjalanan menuju Generasi Emas tetap berada di jalur yang benar.
Suara publik yang menginginkan transparansi, akuntabilitas, serta keadilan bukanlah ancaman, tetapi justru cerminan dari partisipasi aktif dalam membangun masa depan bersama.
Dalam konteks ini, peran perwakilan rakyat menjadi sangat krusial. Mereka yang diberi amanah untuk menyuarakan kepentingan masyarakat harus benar-benar menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Harapan besar tertuju kepada mereka agar keputusan yang diambil tidak hanya mencerminkan kepentingan segelintir pihak, tetapi benar-benar mewakili suara rakyat yang menginginkan kebijakan yang adil, transparan, dan berpihak pada kesejahteraan bersama.
Jika keresahan ini direspons dengan keterbukaan dan kebijakan yang lebih inklusif, maka harapan akan Generasi Emas dapat terwujud.
Namun, jika kekhawatiran ini diabaikan dan justru dihadapi dengan tindakan represif, maka yang terjadi bukanlah lahirnya Generasi Emas, melainkan Generasi Cemas, suatu kondisi yang jauh dari harapan akan masa depan yang lebih baik.
Oleh karena itu, memastikan bahwa kebijakan berjalan seiring dengan aspirasi publik menjadi hal yang krusial. Kepercayaan terhadap sistem hanya dapat terjaga jika ada keterbukaan, akuntabilitas, serta ruang yang cukup bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
Semoga mereka yang telah diamanahkan sebagai perwakilan rakyat dapat menjalankan tugasnya dengan penuh integritas dan benar-benar mewakili suara rakyat, bukan hanya suara kepentingan tertentu.
Dengan langkah yang tepat, Generasi Emas bukan sekadar wacana, tetapi dapat menjadi kenyataan yang dibangun secara bersama, di atas pondasi keadilan dan kepercayaan.