HERALD.ID, ISTANBUL – Pasar keuangan Turki terjungkal dalam gelombang kepanikan. Bursa saham ambruk, lira merosot ke titik nadir, sementara demonstrasi membakar jalanan kota. Di tengah badai ini, bayangan politik semakin pekat: penahanan Ekrem Imamoglu, Wali Kota Istanbul sekaligus rival utama Presiden Recep Tayyip Erdogan, menyulut bara kemarahan publik.

Bursa Turki terjerembab hingga titik terendah dalam sejarah. Perdagangan Jumat, 21 Maret 2025 ditutup di 9.044,64, anjlok 7,81% dalam sehari dan 16,57% dalam sepekan—rekor buruk yang terakhir kali terjadi pada krisis keuangan global 2008. Kepanikan semakin parah hingga otoritas bursa memberlakukan trading halt setelah indeks rontok 7,01% dalam satu sesi.

Mata uang lira pun tak mampu bertahan. Dalam seminggu, lira susut 2,3%, menembus ₺37,36 per dolar AS. Pada Rabu, 19 Maret 2025, lira sempat menyentuh level terendah sepanjang sejarah di ₺37,56. Bank sentral pun bereaksi cepat, melepas cadangan devisa hingga USD10 miliar demi menstabilkan pasar. Namun, langkah ini tak cukup menahan derasnya arus pelarian modal.

Langkah agresif bank sentral Turki lainnya mencakup kenaikan suku bunga pinjaman overnight menjadi 46% serta suspensi lelang repo satu minggu. Namun, respons ini memunculkan konsekuensi baru: biaya pendanaan melambung, perbankan terhimpit, suku bunga kredit melonjak, dan kredit merosot tajam.

Di atas semua itu, bayangan politik memperburuk sentimen pasar. Penahanan Ekrem Imamoglu memicu gelombang demonstrasi nasional. Ribuan pendukungnya turun ke jalan, dari Istanbul hingga Ankara. Polisi dan demonstran terlibat bentrokan sengit. Imamoglu, yang digadang-gadang sebagai penantang kuat Erdogan di pemilu mendatang, dituduh melakukan korupsi dan membantu organisasi teroris—tuduhan yang oleh oposisi disebut bermotif politik.

“Ini bukan hanya soal ekonomi, ini soal demokrasi,” seru Ozgur Ozel, Ketua Partai Rakyat Republik (CHP). “Penahanan Imamoglu adalah sinyal Erdogan akan menggunakan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan.”

Ketidakpastian kian menebal. Pemangkasan suku bunga yang semula diantisipasi pada April kini dipertanyakan. JPMorgan bahkan memperkirakan bank sentral akan mempertahankan suku bunga 42,5% lebih lama dari yang diharapkan, menunggu pasar kembali stabil.

Di Turki, badai ini belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Pasar gelisah, rakyat marah, dan politik bergejolak. Negeri dua benua ini kini berada di persimpangan jalan: antara krisis ekonomi yang mendalam dan gejolak politik yang tak terhindarkan. (*)