HERALD.ID, WAY KANAN – Malam yang mencekam menyelimuti Kampung Karang Manik, Way Kanan, saat suara tembakan membungkam tiga nyawa anggota kepolisian yang tengah menjalankan tugas. Di antara mereka, Iptu Lusiyanto, Kapolsek Negara Batin, gugur dalam penggerebekan judi sabung ayam. Namun, jauh sebelum peluru menembus tubuhnya, sebuah gelagat janggal tersingkap—ia menolak amplop berisi uang Rp1 juta yang disodorkan oleh oknum TNI.

Nia, istri Lusiyanto, menjadi saksi bagaimana suaminya menolak mentah-mentah uang tersebut. “Saya lihat sendiri, amplopnya dikasih Rp1 juta, dia gak mau,” ujarnya, Sabtu, 22 Maret 2025. Sang suami, yang dikenal gigih dalam memberantas perjudian, disebut tak disukai oleh pihak-pihak tertentu.

Skenario berdarah ini bermula dari laporan adanya praktik sabung ayam. Sebanyak 17 personel diterjunkan. Situasi awal tampak terkendali, hingga tiba-tiba hujan peluru menyerang mereka. Lusiyanto bersama Bripka Petrus Apriyanto dan Bripda M Ghalib Surya Ganta meregang nyawa di tempat.

Di balik tragedi ini, isu setoran keamanan mencuat. Beredar dugaan bahwa ada “jatah” Rp 1 juta per hari untuk Polsek Negara Batin demi kelangsungan arena judi tersebut. Namun, permintaan kenaikan hingga Rp20 juta per hari memicu ketegangan. Oknum TNI yang diduga terlibat tak sanggup memenuhi tuntutan, hingga senjata berbicara.

Kodam II/Sriwijaya mengakui adanya hubungan antara Polsek dan Pos Ramil Negara Batin. “Ada duit dikasih, Polsek-Koramil makan duit,” ujar Kapendam II/Sriwijaya, Kolonel Inf Eko Syah Putra. Kini, dua oknum TNI yang diduga menembak tengah diperiksa, sementara Polri bersikukuh menanti bukti konkret soal aliran dana ilegal tersebut.

Di tengah hiruk-pikuk spekulasi, satu hal tak terbantahkan: tiga nyawa melayang dalam tugas. Sementara investigasi bergulir, pertanyaan menggantung di udara—sejauh mana perjudian ini telah mengakar, hingga darah pun menjadi harga yang harus dibayar? (*)