HERALD.ID, WAY KANAN – Way Kanan bergetar. Tiga polisi tumbang dalam dentuman yang memecah sore, tepat di arena judi sabung ayam. Kompolnas kini menegaskan: ada rekaman video yang memperlihatkan kejadian ini dengan gamblang. Tak ada bias, tak ada bayang. Hanya kenyataan yang dingin.

Kapolsek Negara Batin, Lusiyanto, bersama dua anggotanya—Petrus Aprianto dan M Ghalib Surya Ganta—berusaha menghalau para penjudi yang melarikan diri. Namun, langkah mereka terhenti oleh desingan peluru yang datang dari jarak dekat. Tidak asal tembak, ini eksekusi. Choirul Anam, Komisioner Kompolnas, meyakinkan bahwa para polisi ini bukan sekadar korban, tetapi target.

Proyektil yang tertanam dalam tubuh Kapolsek memberi petunjuk lain: ini bukan peluru sembarangan. Sidik jari balistiknya jelas, berasal dari senjata pabrikan. Kematian datang dengan presisi, bukan kebetulan. Lalu, siapa yang menarik pelatuknya? Dugaan mengarah ke oknum TNI.

Waktu berlalu, namun bayang-bayang tersangka belum juga tampak. Dua anggota TNI telah menyerahkan diri, mengakui peran mereka, tetapi kasus ini seakan terperangkap dalam kabut ketidakjelasan. Choirul mempertanyakan: “Apa yang menghambat? Saksi ada, bukti ada, senjata ada. Kenapa belum ada tersangka?”

Di balik tragedi ini, muncul bisik-bisik lain. Dugaan aliran dana dari judi sabung ayam ke aparat mulai mencuat. Kapendam II/Sriwijaya, Kolonel Inf Eko Syah Putra Siregar, menyebut ada ‘komitmen’ dalam perputaran uang haram itu. Namun, apakah ini menjadi alasan di balik lambannya pengungkapan kasus? Choirul menegaskan: jangan biarkan isu uang membelokkan fokus dari pembunuhan ini.

Langit Way Kanan kala itu masih terang. Sinar matahari belum tenggelam, dan banyak mata melihat apa yang terjadi. Tak ada tempat bagi gelap untuk bersembunyi. Kini, pertanyaannya sederhana: beranikah hukum menatap terang dan menuntaskan kasus ini hingga ke akarnya? (*)