HERAD.ID, WAY KANAN – Langit mendung di Way Kanan tak hanya membawa hujan, tapi juga nestapa bagi mereka yang ditinggalkan. Tiga polisi tewas saat menggerebek arena sabung ayam di Kampung Karang Manik, Negara Batin, namun keadilan untuk mereka seperti fatamorgana—tampak nyata, tapi tak tergapai.
AKP Anumerta Lusiyanto, Aipda Anumerta Petrus Apriyanto, dan Briptu Anumerta M Ghalib Surya Ganta telah berpulang. Darah mereka menyerap di tanah Lampung, meninggalkan lubang menganga di hati keluarga. Namun, alih-alih menemui titik terang, perjalanan mencari keadilan justru dipenuhi rintangan yang tak kasat mata. Dua prajurit TNI yang diduga sebagai pelaku memang telah ditahan di Polisi Militer Angkatan Darat. Tapi, kapan kata “tersangka” akan tersemat di nama mereka? Tak ada yang tahu.
Dalam kepiluan yang menggantung, dua istri korban mengayunkan langkah ke Jakarta, hendak bertemu pengacara kondang, Hotman Paris. Tapi jalan mereka tak semulus niat. Ada tangan-tangan tak tampak yang mengadang, menghalangi mereka dari upaya mencari keadilan. Siapa yang begitu takut pada cahaya kebenaran?
“Berita dari Lampung, istri almarhum Kapolsek dan istri salah satu almarhum polisi yang ditembak mati oleh oknum TNI dihadang di jalan, tak boleh berangkat ke Jakarta,” ujar Hotman Paris di akun Instagramnya. Kalimat itu menggema, mengendap di benak banyak orang. Mengapa harus ada penghadangan? Apa yang tengah disembunyikan?
Isu mulai beredar—setoran uang dari judi sabung ayam disebut-sebut sebagai pengalih perhatian. Seolah-olah, nyawa yang melayang dapat dinegosiasikan dengan spekulasi. Hotman Paris bersuara lantang, menegaskan bahwa ini adalah dua perkara berbeda. Tak seharusnya dugaan setoran judi menjadi alasan untuk menunda penetapan tersangka dalam kasus penembakan brutal ini.
“Fokus ke pidana penembakan,” tegasnya. “Jika ada dugaan setoran uang sebelumnya, itu perkara lain.”
Tak berhenti di situ, pengacara berdarah Batak itu mengirim pesan langsung ke lingkaran satu Presiden Prabowo Subianto, meminta atensi dari Panglima TNI, Pangdam 2 Sriwijaya, dan Den Pomdam Korem Lampung. Satu harapan menggantung: agar hukum benar-benar ditegakkan.
Kini, di ujung ketidakpastian, sebuah kabar baik mulai menyeruak. Pangdam 2 Sriwijaya disebut telah menemui Kapolda Lampung, dan isu tentang penetapan dua oknum TNI sebagai tersangka mulai beredar. Jika benar, maka tangisan para janda mulai berbuah hasil. Jika benar, maka cahaya keadilan, meski redup, akhirnya menembus kabut pekat.
Namun, satu pertanyaan masih berpendar di benak banyak orang: mengapa keadilan harus diperjuangkan dengan begitu getir? Mengapa mereka yang ditinggalkan harus menghadapi hadangan demi hadangan, seolah keadilan adalah kemewahan yang tak boleh mereka miliki? (*)