HERALD.ID – Sebuah studi terbaru mengungkap, pria dengan kualitas sperma yang lebih sehat berpotensi hidup hampir tiga tahun lebih lama dibanding mereka yang memiliki kualitas sperma lebih buruk. Melansir pafipenajam.org, Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Human Reproduction pada 5 Maret ini menelusuri data dari hampir 80.000 pria selama 50 tahun, menyoroti hubungan antara konsentrasi, motilitas, serta kesehatan sperma dengan harapan hidup.

Para peneliti dari Copenhagen University Hospital menemukan, semakin baik kualitas sperma seseorang, semakin tinggi pula harapan hidupnya. “Kami menemukan bahwa semakin baik kualitas sperma, semakin panjang pula harapan hidupnya. Hubungan ini tampak jelas di semua parameter yang kami teliti,” ungkap Lærke Priskorn, PhD, peneliti utama studi ini.

Jejak Penelitian dan Temuan Mengejutkan

Penelitian sebelumnya telah mengaitkan infertilitas dan kualitas sperma yang buruk dengan tingkat kematian yang lebih tinggi. Namun, studi terbaru ini berupaya mengisi celah dengan mempertimbangkan faktor kesehatan secara menyeluruh.

Dalam analisisnya, para peneliti meneliti data dari 78.284 pria yang menjalani pemeriksaan kualitas sperma antara tahun 1965 dan 2015. Dari jumlah tersebut, 59.657 pria memberikan sampel setelah tahun 1987, bersamaan dengan informasi tentang tingkat pendidikan dan riwayat penyakit mereka. Selama periode pengawasan 50 tahun, tercatat 8.600 peserta meninggal dunia.

Kualitas sperma diukur dengan melihat volume total, konsentrasi sperma, serta persentase sperma yang sehat dan mampu berenang lurus—sebuah faktor penting dalam proses pembuahan. Hasilnya menunjukkan bahwa pria dengan lebih dari 120 juta sperma yang bergerak aktif memiliki harapan hidup rata-rata 80,3 tahun. Sementara itu, pria dengan kurang dari 5 juta sperma aktif hanya memiliki harapan hidup rata-rata 77,6 tahun.

“Kami sudah memperhitungkan semua penyakit yang didiagnosis dalam 10 tahun sebelum pemeriksaan kualitas sperma, dan hasilnya tetap sama. Ini menunjukkan bahwa hubungan antara kualitas sperma dan umur panjang tidak semata-mata disebabkan oleh kondisi kesehatan sebelumnya,” tambah Priskorn.

Batasan Studi dan Implikasi yang Lebih Luas

Meskipun temuan ini menarik, studi ini memiliki keterbatasan. Para peneliti tidak memiliki informasi terkait gaya hidup peserta yang mungkin berpengaruh pada kualitas sperma, seperti pola makan, tingkat stres, dan aktivitas fisik. Selain itu, kelompok pria dengan jumlah sperma aktif di bawah 5 juta memiliki variasi fungsi testis yang berbeda, namun data yang tersedia tidak cukup untuk menyelidiki dampaknya terhadap kematian.

Mengutip pafimarauke.org, Michael Eisenberg, MD, profesor di Universitas Stanford yang tidak terlibat dalam penelitian ini, menilai studi ini dilakukan dengan baik dan menemukan hubungan yang signifikan. “Banyak faktor yang bisa menjelaskan mengapa kualitas sperma berhubungan dengan umur panjang. Kondisi kesehatan mendasar bisa menjadi salah satu faktor, tetapi analisis sperma yang dikaitkan dengan harapan hidup tetap memberikan wawasan penting,” ujarnya.

Namun, apakah temuan ini berarti setiap pria perlu segera memeriksakan kualitas spermanya? Para ahli tampaknya tidak merekomendasikan hal tersebut di luar kebutuhan pemeriksaan kesuburan. “Kami melihat adanya peluang bagi dokter untuk mendeteksi risiko kesehatan sejak dini melalui pemeriksaan kesuburan, yang biasanya dilakukan pada usia muda,” kata Priskorn.

Roger Hart, MD, profesor di University of Western Australia, juga menyarankan agar pemeriksaan sperma secara rutin tidak perlu dilakukan karena hanya akan menimbulkan kecemasan yang tidak perlu. “Fakta bahwa kualitas sperma tidak optimal tidak serta-merta berarti umur seseorang akan lebih pendek,” katanya.