HERALD.ID, JAKARTA–Dugaan pelecehan seksual oleh seorang dokter kandungan berinisial MF di Klinik Karya Harsa, Kabupaten Garut menuai sorotan publik.

Kejadian seperti ini menjadi salah satu alasan mengapa sebagian ulama mengharamkan muslimah berkonsultasi dengan dokter laki-laki apabila tersedia dokter perempuan.

Hal itu ditegaskan Pendakwah Ustaz Dasad Latif dalam postingan menanggapi kasus yang viral di media sosial tersebut.

“Selama ada dokter perempuan, maka harus konsulnya kepada dokter perempuan pula. Jangan kepada dokter lelaki untuk menghindari hal seperti ini,” tegas Ustaz Dasad.

Menurutnya, kasus pelecehan terhadap pasien merupakan peringatan keras bagi umat Islam agar lebih selektif dan menjaga batasan sesuai syariat dalam konsultasi medis.

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi juga angkat suara. Ia menegaskan bahwa dokter yang terbukti melakukan pelecehan seksual harus dijatuhi sanksi tegas, termasuk pencabutan izin praktik dan gelar akademiknya.

“Kalau dokter melecehkan pasien, kenapa harus susah? Cabut saja izin praktiknya. Bahkan, jika perlu, perguruan tinggi tempat dia belajar bisa mencabut gelarnya,” ujar Dedi kepada wartawan, Selasa (15/4/2025) dikutip dari Inilah.com.

Dedi menyatakan, tindakan cepat dan tidak bertele-tele sangat diperlukan agar publik merasakan keadilan. Ia juga menekankan bahwa kasus ini harus diproses secara hukum hingga tuntas.

Ia juga turut memberikan bantuan kepada FH (21 tahun), korban pemerkosaan oleh dokter residen Priguna Anugerah Pratama di RSHS Bandung. Ia menyatakan telah membiayai pemindahan tempat tinggal FH untuk satu tahun, serta memberikan pendampingan hukum secara gratis.

Kronologi Kasus di Garut

Peristiwa dugaan pelecehan seksual oleh dokter MF terjadi pada pertengahan tahun 2024. Aksi tersebut viral di media sosial dan menimbulkan keprihatinan luas. MF diduga melakukan tindakan asusila kepada pasien perempuan saat pemeriksaan di ruang praktiknya.

Wakil Direktur Klinik Karya Harsa, Dewi Sri Fitriani, membenarkan bahwa MF adalah salah satu dokter yang pernah bertugas di klinik tersebut sejak 2023. Namun, Dewi menyatakan bahwa dokter tersebut saat ini sudah tidak lagi praktik di sana.

“(Bertugas) sekitar dua tahun dari tahun 2023 sampai sekarang, tapi kalau di klinik sudah tidak praktik di sini,” kata Dewi.

Diungkap Dewi, sebelumnya telah ada keluhan dari pasien terkait perilaku dokter tersebut. Ia mengaku telah berkoordinasi dengan kepolisian dan menyerahkan penanganan kasus sepenuhnya kepada aparat hukum.

“Kami sudah koordinasi dengan pihak kepolisian. Untuk selanjutnya, kami serahkan kepada pihak berwenang,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa tindakan dokter tersebut mencoreng nama baik Klinik Karya Harsa dan profesi dokter di Indonesia secara umum. Karena itu, pihaknya mendukung penuh proses penyelidikan yang tengah dilakukan aparat kepolisian.

“Aksi seperti itu tidak bisa dibenarkan sama sekali. Nama baik klinik dan profesi dokter ikut tercoreng. Kami siap mendukung aparat dalam penyelidikan ini,” pungkas Dewi. (ilo)